Wednesday, May 6, 2020

Secuil Kisah dari Kota dengan Ratusan Menara

May 06, 2020 0 Comments
Sumber foto: “FULL: Nestapa Dari Praha - Kisah WNI Korban Kerasnya Revolusi”. - CNN Inodnesia
https://www.youtube.com/watch?v=S1mfxiRcVe4

Tadi iseng nonton YouTube, tepatnya kanal CNN Indonesia. Muncul satu tayangan berjudul “Nestapa Dari Praha - Kisah WNI Korban Kerasnya Revolusi” yang diunggah pada tanggal 1 Oktober 2016. Dalam tayangan tersebut, hadir para eksil 1965 yang dulu mendapat ikatan dinas/beasiswa ke luar negeri—salah satunya di Praha, Republik Ceko.

Mereka menceritakan masa-masa itu. Tujuan mereka ke luar negeri sebagai pelajar. Apabila nanti sudah selesai, mereka akan kembali ke Indonesia. Tetapi, harapan harus terhenti karena adanya peristiwa besar di tahun 1965.

Mereka dihadapkan pada dua pilihan, yaitu setuju dengan rezim pemerintahan saat itu atau tidak setuju. Jika setuju, mereka akan dipulangkan ke Indonesia. Jika tidak, paspor Indonesia mereka tidak diperpanjang, dicabut, dan tidak diakui sebagai WNI.

Terdapat dua kubu, yaitu setuju dan tidak setuju. Bahkan ada pula yang tidak tahu-menahu mengenai peristiwa saat itu. Mereka yang tidak setuju, tidak tahu, dan tidak ikut screening mendatangi KBRI karena ingin pulang ke Indonesia, tapi ditolak. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, bukan hanya kehilangan kewarganegaraan, tetapi segala biaya pendidikan dan lain-lain pun diputus. Mereka harus bekerja mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup di sana, seperti Bapak Karsidi dan Tjokorda Agung—rombongan eksil pertama yang tiba di Praha.

Pada tahun 1998, kedudukan pemeritahan saat itu sedang goyah. Ada beberapa harapan yang muncul di depan mereka. Pertama, ingin Indonesia kembali menjadi negara demokrasi parlementer. Sekali pun rezim saat itu misalnya kembali naik, semoga tidak totaliter. Kedua, mereka dapat pulang ke Indonesia.

Rezim totaliter itu akhirnya runtuh. Beberapa eksil 1965 bisa kembali ke Indonesia. Di sana muncul kesedihan, seperti yang dialami oleh Bapak Suhardono. Saat ia pergi ikatan dinas ke Praha, jumlah anggota keluarganya 10 orang, termasuk bapaknya. Akan tetapi, saat ia kembali yang tersisa hanya 5 orang. Bapaknya sudah meninggal. Selama ini ia hanya berkomunikasi dengan kemenakannya.

Puluhan tahun para eksil 1965 tidak memiliki kewarganegaraan, baik Indonesia atau pun Republik Ceko. Alasan mengapa mereka tidak memiliki kewarganegaraan karena masih berharap identitas keindonesiaannya kembali. Tetapi, harapan mereka tidak terwujud.

Kini, pada akhirnya mereka menjadi Warga Negara Republik Ceko. Menurut mereka, ini sudah menjadi jalan hidup dan tidak ada yang perlu disesali. Kewarganegaraan berubah bukan berarti kecintaan mereka terhadap Indonesia ikut berubah atau menghilang. Mereka tetap merasa sebagai bagian dari Indonesia.

Catatan 11 Oktober 2018
(dari blog yang lama)
A, 14:31

Sumber referensi
CNN Indonesia. 2016. “FULL: Nestapa Dari Praha - Kisah WNI Korban Kerasnya Revolusi”. https://www.youtube.com/watch?v=S1mfxiRcVe4 (diakses 11 Oktober 2018).

Monday, March 16, 2020

Ica dan Kegiatannya

March 16, 2020 0 Comments

“Allahu Akbar...Allahu Akbar...” sayup-sayup terdengar suara azan membangunkan Ica dari tidurnya. Matanya masih terasa berat dan kepalanya masih sedikit pusing. Ia ingat, semalam baru menyelesaikan tugas. Setelah keadaan cukup membaik, ia bergegas menuju ke kamar mandi untuk mengambil wudu, kemudian melaksanakan salat subuh. selesai melaksanakan salat, Ica mulai melakukan kegiatan rutin di pagi hari, yaitu mandi, merapikan kamar tidurnya, dan disusul dengan kegiatan lain.
Namanya Ica. Saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia. Ica bisa dikatakan sebagai anak yang terlahir dari keluarga berkecukupan. Akan tetapi, hal tersebut tidak membuatnya menjadi pribadi yang manja. Ia seorang gadis yang mandiri dan hemat, misalnya, Ica lebih sering berangkat menuju kampus dengan moda transportasi umum daripada kendaraan pribadi.
Setiap pukul tujuh pagi—senin sampai jumat, Ica berangkat menuju ke stasiun Lenteng Agung. Ica menjadikan kereta sebagai transportasi utama untuk pergi ke kampus. Setiap pagi, kereta menuju pemberhentian akhir—Bogor—tidak terlalu ramai. Ica bisa duduk dengan nyaman sampai stasiun tujuannya tanpa perlu berdesak-desakan dengan penumpang lain.
Setibanya di kampus, Ica langsung menuju ke kelasnya dan mulai bergelut dengan tugas-tugas. Setelah perkuliahan selesai, kegiatan lain di luar akademis menunggunya. Sebagai seorang mahasiswa tingkat tiga, ia sadar bahwa dunia perkuliahan tidak hanya semata-mata mengejar pendidikan. Akan tetapi, membangun relasi juga penting. Oleh karena itu, ia aktif di beberapa organisasi dan kepanitiaan.
Selain berkuliah dan aktif di beberapa organisasi dan kepanitiaan, Ica juga menjadi seorang pengajar di salah satu tempat bimbingan belajar. Hal ini dimulainya sejak ia berada di tingkat dua perguruan tinggi. Ia mengajar sesuai dengan bidang yang dikuasainya, yaitu bahasa. Ia mengajar setiap hari senin, rabu, dan kamis. Selama menjadi pengajar, ia sadar tidak semua murid yang diajarnya memiliki pemahaman yang sama. Oleh karena itu, ia harus selalu melatih kesabaran dalam mengajar murid-muridnya. Dari situ pula Ica paham bahwa mencari rezeki itu tidak mudah. Ada perjuangan dan usaha tertentu untuk mendapatkannya (rezeki).
Sibuk dengan kegiatan di luar rumah tidak membuat Ica lupa dengan tugasnya di rumah. Ketika berada di rumah, ia menjadi anak yang siap sedia membantu ibunya dalam berbagai pekerjaan rumah, seperti mencuci piring dan baju, menyapu, memasak, dan sebagainya. Dididik untuk mandiri membuat Ica mengurus segala keperluannya sendiri, sehingga menyewa jasa pembantu dirasa tidak perlu.
Dari berbagai kegiatan yang sudah diceritakan, ada satu hal terpenting yang sangat berharga baginya melebihi apa pun. Hal terpenting itu adalah keluarganya. Ibu dan ayahnya adalah sumber kebahagiaan dan keberkahan. Ayah sebagai kepala keluarga dirasa cukup dalam mengayomi, memberi teladan, dan memenuhi segala kebutuhan keluarga. Ibu selalu menyayangi, menjaga, dan memastikan ia dan adiknya selalu dalam keadaan baik-baik saja. Oleh karena itu, ia merasa tidak kurang dalam hal apa pun.
Hidup Ica sebagai seorang mahasiswa sangat sederhana. Tidak ada sesuatu yang berlebihan. Akan tetapi, dari kesederhanaan tersebut banyak hal bermanfaat yang dilakukan olehnya.

Penulisan Kreatif, ‎10 ‎September ‎2018
A, 06:41

Thursday, March 12, 2020

Du'a

March 12, 2020 0 Comments

Wherever you are, I hope you get what you searching for. May Allah give the best answer for your doubt, fear, or everything that makes you feel confused in a few months ago. I couldn't ask for more to Allah. Allah is the best planner for everything that happened to us.
I am no longer waiting for you. it's clear because until now you haven't told your answer to all the things you were searching for.

Mengingat catatan 9 Januari 2020
A, 00:40

Tuesday, February 11, 2020

Perihal Mencari dan Menemukan

February 11, 2020 0 Comments

Memang hidup suka begitu.
Terkadang, kita tidak tahu apa yang kita lakukan.
Kita tidak sadar yang kita lakukan baik atau tidak,
yang kita cari benar atau salah.
Namun, sudah jelas kalau kita ditemukan dengan yang salah dulu baru yang benar.
Dan paling pasti, yang tepat tidak dipertemukan secara cepat.
Mengingat catatan 22 Oktober 2018
A, 17:17

Monday, February 3, 2020

Namanya, Ikhlas

February 03, 2020 0 Comments

Ikhlas tak perlu disebut-sebut.
“Sudah ikhlas, kok.”
“Gue ikhlas.”
Sadar atau tidak, ucapan tersebut menandakan sebaliknya.
Kalau kita sudah ikhlas, kata-kata seperti itu tidak akan terucap.
Ternyata, ikhlas itu terasa wujudnya ketika kita sudah tidak lagi membahasnya.


Catatan 03 Februari 2020
A, 08:42

Tuesday, December 31, 2019

Penghujung Tahun 2019

December 31, 2019 0 Comments


Halo! Bagaimana kabarmu?
Jangan mengatakan dirimu baik jika kenyataannya tidak demikian.
Kalau kamu memang sedang tidak baik-baik saja, katakan.
Bagaimana pencapaianmu setahun ini?
Apakah semua berjalan sesuai dengan rencanamu?
Apakah tercapai semua tujuanmu?
Atau semua masih dalam proses?
Atau bahkan kau telah melampauinya?

Apa pun jawabanmu, selamat!
Selamat karena kamu telah berusaha mewujudkannya.
Jangan menyerah, ya!
Kamu tidak perlu terburu-buru agar sama dengan pencapaian orang lain.
Oh, ya, bagaimana dirimu setahun ini?
Jika sebelumnya kamu selalu bertanya-tanya:
apa yang orang lain inginkan dariku?
apakah orang lain akan senang jika aku begini? atau begitu?
apakah tindakanku akan menyakiti mereka?
dan sebagainya.
Dalam setahun ini, apakah kamu sudah mencoba untuk membalik pertanyaan tersebut?
Pernahkah kamu memikirkan dirimu sendiri?
Apakah kamu semakin mengenal dirimu sendiri?
Semakin mencintai dirimu sendiri?
Semakin tahu apa yang sebenarnya kamu butuhkan?
Semakin tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan?
Semakin sadar kalau kamu juga butuh dipahami, dibahagiakan, dan tidak disakiti?
Kalau kamu sudah mulai mencoba untuk memikirkan, mengenal, memahami, dan mencintai dirimu sendiri, terima kasih.
Terima kasihlah kepada dirimu karena telah berusaha menjadikan dirimu prioritas.
Jangan mengatakan dirimu egois.
Bukan berarti kamu tidak perlu memahami orang lain.
Hanya saja, jangan karena kamu lebih memikirkan perasaan yang lain, kamu malah mematahkan hatimu.
Sekarang tanyakan pada dirimu.
Setahun ini, sisi mana yang lebih banyak kamu tampilkan?
Suka atau duka?
Tawa atau tangis?
Senang atau sedih?

Jika lebih banyak suka, tawa, dan senang, bersyukurlah kamu.
Jika lebih banyak duka, tangis, atau sedih,
baiklah, itu tidak apa.
Maafkan mereka yang mungkin membuatmu begitu
dan juga dirimu sendiri.
Jika dirasa sudah mampu, ikhlaskan apa yang telah terjadi.
Terima kasih kamu sudah berjuang dan bertahan sejauh ini.
Sampai jumpa di tahun depan!
Semoga segala hal baik yang terjadi di tahun ini terus berlanjut.
Semoga segala duka, tangis, dan sedih berhenti sampai di sini.
Terima kasih untuk setiap pelajaran dan perjalanan hidup yang telah dilalui.
Hiduplah kamu dengan baik dan dengan jalan apa saja yang kamu pilih.
Catatan 31 Desember 2019
A, 22:33